Sabtu, Maret 14, 2009

TERLAMBAT [episode 6]

Episode sebelumnya ada disini.
Pengin membaca dari awal ada disini. ===============================

kemudian mereka keluar dari taman itu lalu berjalan melewati koridor yg membawanya masuk menuju mall.
Setelah sekian lama berjalan, akhirnya sampai juga mereka di halte depan Mall. Angkot lyn F uda antre disitu, berjejer menunggu penumpang naik. Kebetulan mereka penumpang yg mengisi dua bangku terakhirnya, jadi setelah mereka duduk, angkot itu langsung berangkat ke arah terminal.
Sepi. Sepi sekali di dalam angkot itu. Tak seorangpun terdengar bersuara. Semua diam dan gak peduli dengan yg lainnya. Malah Bapak yg duduk di pojok itu sampai tertidur pulas. Mata tuanya terpejam rapat. Hanya deru kendaraan yg terdengar lalu lalang diluar sana. Sesekali angkot itu berhenti, menurunkan penumpang dan kemudian menaikkan yg lainnya.

Ari menengok ke luar,
"Hmmm...uda nyampai stasiun Gubeng" gumamnya.

Berarti bentar lagi melewati jalan Sumatra, lalu Ngagel Kali kemudian belok kiri ke jalan Bung Tomo. Kalau lurus ke timur, menuju Ngagel Jaya, tapi ini belok kanan, berarti jalan Ratna lalu ke kiri. Nah tuh ada kantor PDAM, setelah kemudian terlihat juga Stasiun Wonokromo di kiri jalan sedangkan Pasar dikanan.

"Oke, kita turun sini aja Jeng. Pasar, depan, kiri Pak..!!"

Segera Ari menggandeng Ajeng turun setelah angkot itu benar-benar berhenti, tepat di depan pasar. Kemudian dengan sedikit berjalan, mereka sampai di antrian terdepan Lyn H4. Beberapa menit kemudian angkot itu berangkat, tapi sebelumnya, Pak Sopir sempat berteriak lewat kaca jendela dibelakang joknya.

"Rungkut semua ya ini..?" lalu kemudian semua penumpang serempak mengiyakan, kecuali Ajeng yg tiba-tiba menjawab lain,

"Saya Jembatan Kutisari Pak..!"

"Iya sama aja Sayang..., itu juga termasuk Rungkut" sahut Ari kemudian sekedar mengalihkan perhatian para penumpang yg semula tertuju pada Ajeng.

"Maksudnya, gak ada yg turun di Sedati. Rungkut terakhir. Yah.. mungkin abis ini dia mau pulang istirahat."

Ari duduk di bangku panjang bersebelahan dengan Ajeng yg sedari tadi mendekap erat tangan Ari. Rupanya dia sadar kalo bentar lagi mereka akan berpisah untuk waktu yg cukup lama.
Setelah beberapa menit duduk diam menunggu, akhirnya sampai juga laju angkot itu di depan kantor Telkom Jemur Handayani. Segera Ari mengajak Ajeng turun. Ia letakkan jari jempolnya di atas bel dan teeeettt.... Percis di depan STIKOMP, Ari memencetnya. Angkot itu lalu berhenti sesaat setelah bel berbunyi. Mereka lalu turun diikuti beberapa penumpang yg lain. Sekali lagi Ari melirik arlojinya, 21:20. Masih ada waktu, gumamnya.

"Kita makan bakso dulu ya..." sambil terus menggandengnya, Ari mengajak Ajeng masuk ke depot Goyang Lidah di seberang jalan.

Nampak Ajeng hanya pasrah dan tak banyak bicara. Rupanya dia benar-benar sadar bahwa detik-detik terakhirnya bersama Ari semakin mendekat.

"Jeng... kamu koq diem gitu sih... Udalah.. jangan lagi kamu sesali kisah cinta ini. Biarkan semua berjalan dengan sendirinya. Serahkan semua pada Yang di Atas. Dan yg penting, sekarang kita makan. Ayo dihabisin.. sia-sia tu jadinya.."

"Iya makasih Mas, aku udah koq.." Ajeng menjawab sekenanya. Mangkoknya masih separo isi. Beberapa pentol bakso masih antre disitu, menunggu untuk ditusuk garpu, namun Ajeng malah menyorongkan mangkok itu menjauh dari hadapannya.

"Oke kalo gitu, aku bayar dulu lalu kuantar kamu pulang."

"Gak usah Mas, sampai disini aja."

"Tapi Jeng...
Ya udalah kalo emang itu mau kamu."

Berdua mereka lalu keluar dari depot itu kemudian melangkah menuju Jalan Raya yg membelah kedua desa.
Diatas trotoar, disela lalu-lalangnya orang, diantara deru laju kendaraan, Ari mendekap Ajeng erat hingga beberapa saat. Sambil memegang kedua pundaknya, Ari menatap wajah cantiq itu untuk yg terakhir kalinya. Terlihat mata Ajeng kembali berkaca. Dan tak berapa lama, air itu benar-benar menetes jatuh membasah di pipinya.

"Aku gak bisa Mas, aku gak bisa. Aku sangat mencintaimu." dengan penuh perasaan, Ajeng berucap lirih disela-sela tangisnya.

"Aku tahu Sayang... dan akupun sama. Aku juga mencintai kamu, tapi...
Maafin aku Jeng... Slamat tinggal... Maafin aku..." pandangan Ari kini sedikit kabur. Ia merasa kedua matanya hangat dan basah oleh air yg menggenang dengan sendirinya. Hatinya terasa koyak dan seluruh persendiannya layu.
Untuk beberapa saat, Ari menggenggam jemari Ajeng, erat, lalu perlahan sekali, seiring langkahnya yg kian menjauh, Ajeng melepasnya satu demi satu.
Dengan sebelah tangan masih terentang seperti menggapai, Ajeng melangkah mundur menuju ke seberang jalan, tanpa peduli suara klakson yg terdengar sahut-sahutan memarahinya. Ajeng berjalan seolah tak acuh dengan keadaan di sekitarnya. Seketika itu juga, semua kendaraan yg sedang lalu-lalang, berhenti total seolah memberi jalan bagi Sang Putri yg hendak menyeberang.

"Selamat tinggal Mas... semoga kamu bahagia bersamanya." ucap Ajeng untuk yg terakhir kalinya.

Dengan tanpa berkedip, Ari masih terus menatapnya, meski matanya terasa panas penuh air mata. Hingga akhirnya Ajeng lenyap dibalik pintu masuk gang Dua.
Bagai tiada daya, diatas trotoar, Ari duduk terkulai lemas. Tertunduk ia menatap pasir. Satu dua air matanya masih terus menetes jatuh perlahan.
Nampak Ari menutup..

bersambung...

16 comments:

Ajeng mengatakan...

Huaaa...Yo, kenapa ceritanya kok melow terus sih? Dibuat yg happy gitu dunk. Biar ajeng gak nangis aja..

riosisemut mengatakan...

@ajeng :
Ya emang gitu konsep ceritanya Jeng...

@all :
Semuanya maafin Semut ya, karena network yg kurang bersahabat. Aku jadi susah update dan blogwalking.
Maaf ya...

Etha mengatakan...

stasiun wonokromo terus sampe RSAL, trus belok kiri .. nah disitu lurus ajah, klo ada abang becak tanya rumah etha ^-^


*kabooorrrr*

Etha mengatakan...

hmmm... anak STIKOMP juga kah

kok tau klo STIKOM ketambahan P

rampadan mengatakan...

Oooh..
Jadinya kayak di pelem aja bro..
Hehehe
Kalo di visualkan bagus kali ya..
Hehe..
Nasib kita kok sama bro, koneksiku lagi ngadat..

Cebong Ipiet mengatakan...

ojok2 dirimu sopir angkot e

beat2ws mengatakan...

Komen dulu ya mas, bacanya nanti, mau mandi dulu udah sore nih.

beat2ws mengatakan...

Aku terbawa suasana.
Ceritanya benar2 mampu menggambarkan situasi saat itu tertjadi.

Unknown mengatakan...

perpisahan...alangkah menyedihkan walau perpisahan itu timbul atas kehendak masing2.

Anonim mengatakan...

hiks...ditunggu kelanjutannya dehhh

J O N K mengatakan...

yahhh, kok jadi ikut-ikutan sedih nih, ayo terusin mas ceritanya ...

riosisemut mengatakan...

@jonk :
Oke Sob....

@atca :
Siap Non..!!

@sang cerpenis :
Yah...inilah hidup. Ada gelap ada terang. Ada pertemuan ada perpisahan.

@beat2ws :
Hehehe... bisa aja km Bit.

@cebong :
Mesti komeng-e mblarah. Aku dudu sopir-e Bong, tp kenek.

@rampadan :
Iya Bro... sama. Inetku juga rese'
Bentar lagi ada filmnya koq, waaakaka....

@etha :
Hehehe... kamu jur apa Tha? Management Informatika apa Teknik Komputer?

@etha again :
Beneran ya Tha...
Aku cari kamu di pasar beras aja, depan RSAL, kali aja abang becak bneran tahu, waaahahaha...

anna fardiana mengatakan...

belum selesai juga mut...
aku mengikuti terus lho....

Etha mengatakan...

hueee...tampilan baru niy yeeeee

Etha mengatakan...

hmmm...nyebutnya masih management informatika berarti udah lulus yak,angkatan tuek niy pasti???


hehehehehe ..

riosisemut mengatakan...

@etha :
Ya uda lah Non...
Uda 28 gini masak msh kul, ntar dikira asdos lagi.

Eya nih Tha... pengin ganti penampilan aja.

@anna :
Kurang dikit lagi, Mbak Anna.
Makasih uda mau ngikutin.

Posting Komentar

[ Kotak Komentar Klasik ]

Blue link↑↑diatas↑↑, bisa kalian gunakan saat kalian kesulitan koment karena sedang ngeblog via ponsel.

Tinggalkan jejakmu disini Sob..
komentar kalian adalah semangat buat Semut untuk menerbitkan entri berikutnya.