Senin, Mei 18, 2009

Oleh-Oleh Dari Jogja|Pergi Melayat Ke Pacitan

Kau kan slalu tersimpan di hatiku..
meski ragamu tak dapat ku miliki..

Jiwaku kan slalu bersamamu..
meski kau tercipta bukan untukku..

Tuhan berikan aku hidup satu kali lagi
hanya untuk bersamanya
ku mencintainya sungguh mencintainya..

Rasa ini sungguh tak wajar
namun ku ingin tetap bersama dia
untuk selamanya..

lagu ini mengalun syahdu mengiringi perjalananku kali ini. Ribuan kilometer jarak Jogja - Pacitan serasa terabaikan oleh suara merdu Dara dan Mitha. Lyric lagu The Virgin, grup duo vokal arahan Achmad Dhani ini, seolah mewakili segumpal rasa yg kini ku simpan rapi di salah satu sudut hati.

Hallo Sobat aku semua...!
Hehehe...pada bingung ya? Bilangnya ke Jogja koq nyampai Pacitan?
Oke. Jadi begini ceritanya

Seperti yg aku bilang kemarin bahwa selama beberapa hari aku akan berada di Jogja, nganterin 'Thina' pulang, karena waktu itu kami dapat telepon bahwa papa lagi sakit, makanya kami cepet-cepet pulang. Tapi ternyata, sampai di Jogja, papa gak separah yg kami khawatirkan. Alhamdulillah. Beliau hanya kangen aja sama putri semata wayangnya. Dan beliau juga nanyain aku, kapan pindah ke Jogjanya?
Hah... pindah ke Jogja? Siapa yg mau pindah? Tanyaku dalam hati. Dan tentu aja aku belum bisa ngasih jawaban. Aku cuma tersenyum dengerin pertanyaan itu.

Beberapa hari dirumah mertua ternyata membuat jemariku kaku, lidahku kelu dan kangenku buat seseorang kian bertambah hebat. Ingin rasanya ku tumpahkan semua rasa yg udah meluber di dalam otak. Ingin ku buka laptop itu namun aku ngerasa gak enak sama mereka. Ya udah akhirnya aku cuma bisa memendam hasrat menulisku.

Dan Sabtu sore itu, aku abisin waktuku buat becanda ria di ruang tengah, bersama keluarga besar. Papa, Mama, Ratri, Tante, Om dan semua keluarga mertua ngumpul di sana, godain Ratri yg makin gemukan aja. "Tapi perutnya doank," kata mereka, hahaha...

Nah... ditengah gaduhnya suara tawa mereka itu, tiba-tiba telepon rumah berdering kencang. Dalam sekejap, tawa ria itu kontan terhenti ketika si Om mengucap lirih kalimat itu.

Innalillahi Waina Illaihi Roji'un...

Sodara jauh kami yg ada di Pacitan, yg sebulan lagi mau menikahkan anaknya, MENINGGAL.
Malam itu juga kami, tanpa Papa dan Ratri, langsung berangkat ke Pacitan. Sebenernya Ratri ngotot pengin ikut, tapi mengingat dia lagi hamil dan jalanan ke Pacitan katanya sangat 'menantang', akhirnya aku nglarang dia ikut. Lagian siapa ntar yg jagain Papa di rumah.
Ya udah, malam itu juga dengan membawa APV, kami berangkat. Kami nyopir bergantian karena emang sengaja kami gak bawa sopir.
Dan lagu inilah yg selalu setia menemaniku menyusuri jalanan terjal dan berliku diantara tebing dan jurang itu. Aku gak peduli mereka suka apa gak yg penting aku gak ngantuk.

Mengapa cinta ini terlarang..
saat ku yakini kaulah milikku..

Mengapa cinta kita tak bisa bersatu..
saat ku yakin tak ada cinta selain dirimu..

Tuhan berikan aku hidup satu kali lagi
hanya untuk bersamanya
ku mencintainya sungguh mencintainya..

Rasa ini sungguh tak wajar
namun ku ingin tetap bersama dia
untuk selamanya..

Hmmm... rupanya merekapun terbawa oleh alunan syahdu lagu ini. Buktinya mereka semua terlelap tanpa peduli dengan kabut tebal yg setiap saat menghalangi pandanganku di depan sana. Benar-benar terlelap atau emang terpaksa pejamkan mata karena mabok, aku gak tau.

Dan akhirnya, sekitar jam 2 dini hari, aku menghentikan mobil itu di puncak tertinggi di kota itu. Kalo gak salah di desa Gemaharjo, kami istirahat sejenak, makan, ngopi dan cuci muka di sebuah depot makan diantara pertokoan. Setengah jam kemudian kami berangkat lagi. Kali ini giliranku tidur. Ku serahkan mobil pada Om Danang dan ku coba pejamkan mataku sejenak di kursi depan.

Serasa baru beberapa saat aku terlelap, tiba-tiba udah di bangunin sama Mama,
"Le... bangun, sudah sampai di kota Pacitan."

Walau masih berat mata ini untuk terbuka, ya terpaksa aku bangun karna yg bangunin Ibu Mertua. Coba kalo anaknya yg bangunin, pasti udah aku bentak.
Sampai di rumah duka, arlojiku nunjukin jam 4 pagi. Dan ternyata jenazah belum dikebumikan karena nungguin matahari terbit. Dan sekalian anaknya yg mau menikah sebulan lagi itu, terpaksa di nikahkan pagi itu juga di depan mayat Ibunya. Biar gak "kembru'an gunung" katanya.

Tangis harupun mengantarkan kami menyalami keluarga itu. Ngobrol beberapa saat hingga tak terasa matahari udah nampak bersinar kemerahan di ufuk timur. Segera aku mandi di tengah balutan dingin udara pagi itu.
Selesai berpakaian, aku pindahkan mobil ke samping rumah karna sebentar lagi, pasti para tamu segera datang. Bersama sodara yg lain, berbaur dengan para pelayat yg makin sesak berdatangan, aku duduk di kursi yg berjajar rapi di depan rumah sambil nungguin Petugas dari KUA. Tak berapa lama kemudian, Pak Penghulu datang. Segera aku berdiri dan ikut mengekor menjadi saksi pernikahan tragis itu.

Bersambung...



Special buat Om Sugeng, Tante Salma dan Mbak Anna, aku mohon maaf karena gak bisa mampir ke rumah kalian, Insya Alloh lain kali aja deh aku usahakan mampir.

35 comments:

beat2ws mengatakan...

Turut berduka mas.....

Seti@wan Dirgant@Ra mengatakan...

Innalillahi Wainna Ilaihi Rhojiun,.....

Unknown mengatakan...

Untuk mas Rio: kapan dong pindah ke Jogja, saya aja pingin pindah ke jogja tapi nggak ada yang nawari ee ini sudah ditawarin kok nggak mau; selamat sudah mau jadi calon bapak; sabtu minggu kemarin sudah ditunggu, mudah2an lain waktu

Untuk saudaranya yang kena musibah: mudah2an dosa yang meninggal diampuni, buat anaknya yang menikah meskipun waktu nikah ada kesedihan mudah2an pernikahannya selalu bahagia

buwel mengatakan...

yups, turut berduka cita mas mut......

Chuanx mengatakan...

Iyah, turut berduka cita mas...

Ivan Rahmadiawan mengatakan...

Wah kangen jg nieh ma rumahx semut!! Turut berduka cita ya bang io., mav gak bsa bntuin d acra pemakamannya!

Yg bkin haru bgan si anak yg d percepat pernikahan d dpan jenazah sang ibu. Kena bgt t maknanya!

Kang Sugeng mengatakan...

Ass. Mas Rio.
Trimakasih atas tanda persahabatannya di blog saya.

Hmmm... lagunya pasti bukan untuk saya.

Wuaaah... habis dari Pacitan yo Mas, Pacitan mana?
Alhamdulilla Papa mertua gak papa.

Saya juga turut berduka atas meninggalnya sodaranya itu.
Semoga amal ibadahnya diterima disisinya, semoga yg ditinggalkan tabah.

Semoga perkawinan itu langgeng dan bisa meraup kebahagiaan meski itu juga menikah di dpn mayat Ibunya.

Wass.

Kang Sugeng mengatakan...

Iya benar Mas, tmpt istirahat itu namanya Nggemaharjo.

Unknown mengatakan...

turut berduka cita ya, mut.

rco mengatakan...

wah seru juga ada bersambungnya, ...... hati-hati di jalan, eh dah nyampe ding. Kan ini tinggal critanya to?

toro mengatakan...

turut berduka cita om semut

dwina mengatakan...

welkambek mut...

Maaf mengganggu istirahatmu

A. Hermana mengatakan...

ass.
Mut, masih di jalan?
turut berduka cita ya mut.
wassalam

Unknown mengatakan...

Turut berduka cita ya mas..
baru tahu wajahnya mas Rio lho..
walaupun ndak jelas banget

T.Yonaskummen mengatakan...

Turut berduka mas Rio, sangat mengharukan emang menikah didepan jenasah ibunda tercinta, semoga semua diberi ketabahan dalam menghadapi cobaan.

♥ Neng Aia ♥ mengatakan...

innalillahi..

turut berduka

btw, pamit dulu yah, mau hiatus

babay!

J O N K mengatakan...

turut berduka cita aja mas, aduh kebayang nikah di depan mayat ibu, pasti sedih sekali ....

none mengatakan...

turut berduka cita mut..

tapi lirik lagu itu mengaburkan pikiran henny sewaktu baca postingan ini

Unknown mengatakan...

Mas Semut, aku sudah lihat jelas fotonya..
aku nggak kepincut
tapi aku kepincuk
he..he

bang fiko mengatakan...

Innalillahi... Turut berduka cita ya

rampadan mengatakan...

Super sibuk tuch mas. Semangat ya.

Mademoisellerinie mengatakan...

wuaahhhh....gag nyangka.. seperti ini...

Cebong Ipiet mengatakan...

ojo emosian tho kang...
smg amal ibadah almarhum di terima Allah SWT

suwung mengatakan...

di gemah harjo makananya enak....
ayamnya
dan lagi murah boooooooooo

nulis cerpen mengatakan...

semua ada hikmahnya mas percayalah

nietha mengatakan...

masih menunggu lanjutan ceritanya

Ivan Rahmadiawan mengatakan...

Mut,itu kah rupa mu? Kok kurang makan sih? Kerempeng mana keren lohh !! Tp aku rasa bukan dah! Krg yakin aku...

Yanuar Catur mengatakan...

sungguh perjalanan
n kisah hidup yang mengharukan
hiks,,hiks,,
pa lagi yang di pacitan itu

Etha mengatakan...

Innalillahi Wainna Ilaihi Rhojiun,.....

joe mengatakan...

wah, pacitan tuh kota kelahiranku lho bos...

Susy Ella mengatakan...

Innalillahi Wainna Ilaihi Rhojiun.....turut berduka cita..moga amal baiknya diterima sisi Allah SWT dan segala khilafnya diampuni olehNYA...

muuut.....ella suka sih ma lagu the virgin itu....tp entah kenapa gw kok ngerasa tu lagu ada kesan2 lesbi-nya yaa hahahhahah....abisnya yg ciptain lagu itu tomboy abiz sih...bukannya buruk sangka sih, tapi gw emmang parno ma cewek2 kayak gitu, punya pengalaman buruk soalnya dulu eheheheheh

vie_three mengatakan...

innalillahi wainna ilaihi roji'un
jadi menikah didepan jenazah sang ibu.....

weleh suka sama lagunya The virgin juga toh??? iya emang enak banget buat didengerin....

Anonim mengatakan...

Salam kenal mas, aku turut berduka cita atas meninggalnya saudaranya. Aku juga dari pacitan mas, belakang pasar arjowinagun.

buwel mengatakan...

cuma pengin lihat liriknya cinta terlarangnya virgin...lagi suka lagu ini neh...

buwel mengatakan...

tuhan berikan aku hidup satu kali lagi.....

Posting Komentar

[ Kotak Komentar Klasik ]

Blue link↑↑diatas↑↑, bisa kalian gunakan saat kalian kesulitan koment karena sedang ngeblog via ponsel.

Tinggalkan jejakmu disini Sob..
komentar kalian adalah semangat buat Semut untuk menerbitkan entri berikutnya.